Kampar, BerkasRiau.com – Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kampar diwakili Kepala Bidang Penanganan Fakir Miskin Nur Ihsan menyampaikan, penerima Bantuan Sosial Pangan (BSP) di Kampar tercatat sebanyak 42.351 Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“KPM ini tersebar di 250 Desa/Kelurahan di 21 Kecamatan,” kata Nur Ihsan didampingi koordinator daerah (Korda) Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK) Kabupaten Kampar Master, Selasa (2/2/2021).
Disampaikan, khusus untuk Kecamatan XIII Koto Kampar ada sebanyak 2.307 KPM yakni, Desa Balung 257 KPM, Batu Bersurat 235 KPM, Binamang 143 KPM, Gunung Bungsu 175 KPM, Koto Mesjid 214 KPM, Koto Tuo 180 KPM, Koto Tuo Barat 99 KPM, Lubuk Agung 212 KPM, Muara Takus 154 KPM, Pongkai Istiqamah 72 KPM, Pulau Gadang 194 KPM, Ranah Sungkai 209 KPM dan Tanjung Alai 163 KPM.
“Kita berharap BSP ini disalurkan tepat sasaran kepada KPM dan bantuan yang disalurkan sesuai dengan nilai ditentukan,” ucapnya.
Sementara, Ardani pimpinan cabang BRI Bangkinang susah ditemui dan terkesan tidak profesional. Pihak BRI Bangkinang diwakili staf menyampaikan untuk Kabupaten Kampar tahun 2019 dan 2020 belum ada e warung dengan perjanjian kerja sama (PKS).
“Tahun 2019 dan 2020 e warung baru sebatas penunjukan dan tahun 2021 ini baru dilakukan PKS,” ucapnya.
Kepala Divisi Indonesia Law Emforcement Monitoring Syailan Yusuf menyampaikan, Bank penyalur dan Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK) tidak bisa serta merta dan asal menunjuk e warung, katanya, Rabu (3/2/2021).
Disampaikan, polemik BPNT atau BSP semakin melebar, mulai dari pihak e warong yang memaketkan bahan pangan dan penunjukan e warong tidak sesuai pedoman umum (Pedum).
“Saya berkeyakinan, banyak pengelola e warong tidak punya keahlian dibidangnya namun dipaksakan menjadi e warong,” sebutnya.
Harusnya e warong itu sesuai mekanisme yang ada di Pedum, artinya bahwa pengelola e warong harus sesuai kesepakatan KPM, yang mana bank dan TKSK tidak serta merta punya kewenangan penuh menunjuk e warung,” ucapnya.
Ia menambahkan, harus ada evaluasi mulai dari teknis perekrutan e warong sampai teknis pelaksanaan harus sesuai mekanismenya yang ada di Pedum. Pengelola e warung harus punya kapabilitas, integritas dan memang keahliannya.
“Itukan beberapa point ada di Pedum, kalau bank dan TKSK tidak bisa sepihak untuk menetukan E-Warung justru harus ada kesepakatan dari KPM, mana yang kira-kira dipercaya untuk mengelola itu,” terangnya.
Berkenaan dengan belum adanya PKS antara e warong dengan pihak bank penyalur selama 2 tahun merupakan suatu kelalaian, tutupnya. (red)