Kampar, BerkasRiau.com – Oknum Kepala Desa Kampung Pinang, Kecamatan Perhentian Raja, Kabupaten Kampar Ulul Amri, bisa terjerat pasal berlapis atas dugaan ‘Mufakat Jahat’ atas penerbitan MoU yang dibuatnya dengan mafia ilegal Minning.
Hal demikian disampaikan oleh praktisi Hukum dan juga advokat muda, Tony Chaniago SH, kepada awak media, pada Rabu (21/06/2023) pagi tadi.
Dikatakan Tony Chaniago, perlu diketahui fungsi UUD 1945 sebagai norma hukum tertinggi adalah untuk dijadikan dasar penyusunan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur hukum di Indonesia tidak boleh dibuat dengan sembarangan.
“Pembuatannya harus sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Tidak bisa dibuat-buat sesuka hatinya,” kata Tony.
Seharusnya kata Tony, oknum kades ini, menerbitkan MoU itu harus sesuai dengan asas pemerintahan yang baik menurut UU 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.
Apa saja yang harus mereka perhatikan kata Tony, pertama meliputi asas:
a. kepastian hukum;
b. kemanfaatan;
c. ketidakberpihakan;
d. kecermatan;
e. tidak menyalahgunakan kewenangan;
f. keterbukaan;
g. kepentingan umum; dan
h. pelayanan yang baik.
Lanjut kata Tony, kebijakan yang dikeluarkan oleh Oknum Kades Kampung Pinang, Ulul Amri ini dinilai cacat hukum, sebab bertentangan dengan hukum.
“Oknum Kades dinilai melabrak Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pada pasal 158 pada UU Nomor 3 Tahun 2020 disebutkan, bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin resmi bisa dipidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp.100 miliar,” ujarnya.
Kemudian, sebut Tony, karena MoU yang dikeluarkan sang kades sangat bertentangan dengan hukum. Sebagai pelaksana pemerintah desa, maka Ulul Amri juga diduga telah melakukan perbuatan menyalahi wewenang dalam jabatannya.
“Menurut ketentuan Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014, badan dan/atau pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang, larangan itu meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang,” tegas Tony Chaniago.
Kemudian perbuatan oknum kades ini, juga bertentangan dengan Pasal 56 KUHP (membantu melakukan) disini adalah orang yang mengetahui dan di mintai bantuan untuk memberikan kesempatan suatu tindak kejahatan itu tanpa mencegah.
Kemudian, dengan alat bukti sesuai dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Maka, untuk perkara ini seandainya dilaporkan ke aparat penegak hukum (APH), maka amat Tony banyak peraturan yang beliau labrak. Dan dipastikan tidak ada hal yang meringankan dengan kebijakan MoU yang dibuat oleh Ulul Amri Cs.
“Yang jelas ‘ Mufakat Jahat’ beliau saja itu sudah ada sanksinya. Kenapa mufakat jahat, sebab mereka kompak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Padahal sudah tahu mereka kerja mereka bertentangan dengan hukum tapi masih saja mereka lakukan,” pungkas Tony Chaniago.
Sementara itu, Kades Kampung Pinang hingga berita ini disiarkan belum dapat di konfirmasi oleh media BerkasRiau.com. (*)