Monday , April 21 2025
Home / Hukrim / Merasa Tidak Bersalah atas Perdagangan Anak, Ruslian Telaumbanua Ajukan Banding
Suwandi, SH, Penasihat Hukum Terdakwa Ruslian Telaumbanua.

Merasa Tidak Bersalah atas Perdagangan Anak, Ruslian Telaumbanua Ajukan Banding

KAMPAR, BerkasRiau.com – Meski divonis lebih rendah selama satu tahun penjara oleh Majelis Hakim pengadilan negeri Bangkinang, Ruslian Telaumbanua terdakwa perdagangan anak di bawah umur, tetap ajukan banding.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Bangkinang menuntut terdakwa dengan hukuman 4 tahun penjara atas tuduhan melakukan perdagangan anak di bawah umur.

Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (17/1/2019) tersebut Ketua Majelis Hakim, Cecep Mustafa  mengajukan disenting opinion yang berisi melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum, namun 2 majelis hakim lainnya tidak sepakat.

Upaya banding ini dilakukan, karena Terdakwa merasa tidak bersalah atas tuduhan kasus perdangangan anak dibawah umur yang dituduhkan kepada dirinya, kata kuasa hukum terdakwa, Suwandi SH, Selasa (22/1/2019).

Ditambahkan Suwandi, terdakwa hanyalah orang suruhan menjemput korban dari kediamannya di Desa Muara Takus Kecamatan XIII Koto Kampar untuk membantu pekerjaan ditempat pesta. Korban berangkat dari kediamannya atas izin orang tuannya, setelah diantar terdakwa pulang dan tidak mengetahui kejadian selanjutnya.

Akan tetapi di tempat pesta itu korban “Bunga” (nama samaran, red) yang masih dibawah umur bertemu dengan seorang pemuda yang bernama Oke dan esok harinya “Bunga” dibawa Oke ke daerah Koto Tengah Kabupaten Rokan Hulu.

Enam hari kemudian mereka menikah secara adat Nias yang langsung dinikahkan oleh orang tua bunga sendiri dengan membayar “uang jujuran”  atau uang hantaran dari ortu calon laki-laki kepada ortu calon perempuan sebesar Rp 15 juta.

Uang tersebut langsung diterima oleh orang tua perempuan dan kita punya bukti foto dan bukti surat yang menerangkan bahwa orang tua perempuan setuju dengan pernikahan tersebut. Jadi tidak ada perdagangan anak disini. Tetapi pembayaran uang “jujuran” atau hantaran,” ungkap Suwandi.

Anehnya, uang jujuran dalam adat Nias ini dianggap Jaksa sebagai uang penjulan anak berdasarkan cerita dari pelapor. Dimana uang tersebut diterima oleh Terdakwa Ruslian. Padahal faktanya tidak begitu, kata Suwandi.

“Keterangan adanya penyerahan uang sebesar Rp 15 juta kepada terdakwa juga berasal dari keterangan yang didengar dari orang lain, yaitu saksi pelapor yang mendapat keterangan dari orang tua Oke (mempelai laki-laki), sedangkan orang tua Oke maupun Oke sendiri tidak pernah diperiksa. Inikan aneh,” kata Suwandi.

Dalam perkara ini Suwandi mengaku memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada terdakwa karena dia melihat ada ketidakadilan dalam perkara ini. Selain itu terdakwa juga miskin, tidak bisa tulis baca dan dia ditangkap satu bulan setelah melahirkan. (lan).

print