Tuesday , January 14 2025
Home / Hukrim / DPRD Kecam Prilaku Pungli di Dinas P dan K Kampar

DPRD Kecam Prilaku Pungli di Dinas P dan K Kampar

Bangkinang (BR) – Prilaku pungutan liar yang dilakukan oleh dinas Pendidikan dan kebudayaan (P&K) Kabupaten Kampar terhadap para guru yang mengambil SK tambahan jam mengajar, dikutuk oleh semua elemen. Salah satu elemen yang mengutuk kinerja pungutan liar pejabat yang digaji oleh negara itu adalah DPRD Kampar.

Seperti yang disebutkan oleh anggota DPRD Kampar komisi II yang membidangi pendidikan dan kesehatan, Agus Candra.

Ketika dihubungi BerkasRiau.com Rabu (28/9/2016), Agus Candra menyebutkan dinas pendidikan dan kebudayaan tidak boleh melakukan pungutan apapun namanya. Karena menurutnya dinas P&K bukanlah dinas sosial tempat berimpak.

“Berapapun jumlahnya dan apapun namanya, baik suka rela atau impak, dinas tidak boleh melakukan pungutan itu, karena dinas bukan lembaga sosial tempat berimpak, kalau berimpak ke mesjit aja,” tegasnya.

Agus juga sangat menyayangkan kebijakan yang dilakukan oleh dinas terkait, karena pungutan yang dilakukan oleh P&K sudah melanggar aturan.

“Kalau ibuk – ibuk yang mau beramal atau mau menyumbang sebagian hartanya jangan di dinas pemerintah, karena itu lembaga negara memiliki anggaran dari negara, lebih baik ibuk menyumbang ke masjit atau anak yatim ada pahalanya,” tegas Agus Candra.

Sementara itu, Nasrul ketika dikonfirmasi oleh wartawan Metro Riau, Adi Jondri Putra mengaku tidak mengetahui tentang pungutan itu, ia mengaku mengetahuinya setelah beberapa media online memberitakan terkait hal itu.

“Saya tidak mengetahui tentang pungutan itu, saya tahu setelah ada berita dan lansung saya panggil staf, menurut pengakuan staf saya mereka hanya memberi sekedarnya saja, ada yang memberi Rp 5 ribu, dua ribu,” kata Adi sembari meniru pengakuan Nasrul.

Lebih lanjut, masih sambung Adi, para pegawai yang mengambil SK itu baru separoh.

Sekedar diketahui, pada Selasa (27/9/2016) kemaren, dinas P&K melakukan pungutan terhadap pegawai negeri sipil (PNS), yang mana setiap pegawai yang mengambil SK diwajibkan membayar uang Rp50 ribu per kepala.

Hal itu diakui oleh salah seorang pegawai yang menjadi korban pada saat itu.

Sumber yang tidak mau menyebutkan identitasnya itu mengaku merasa keberatan memberikan uang 50 kepada dinas tersebut.

Editor : Defrizal

print