Friday , April 18 2025
Home / Daerah / K A M P A R / Lebah di Pohon Sialang Tak Mau Bersarang Jika Masyarakat Bertikai

Lebah di Pohon Sialang Tak Mau Bersarang Jika Masyarakat Bertikai

Kampar, BerkasRiau.com – Pagi, akhir pekan kemarin, saya menyusuri jalan hitam menuju Desa Mentulik. Desa yang banyak terdapat pohon Sialang, rumah bagi keloni lebah penghasil madu, kaya manfaat bagi tubuh manusia.

“Ahli pemanenan Madu Asli Hutan di batang pohon Sialang”

Menjangkau Desa Mentulik di Kampar Kiri Hilir tidak lagi sesulit seperti waktu-waktu lalu. Tak berselang lama, hanya 15 menit, berangkat dari Sungai Pagar, kami sudah berada di Mentulik.

Ditemani oleh Ramli Datuk Tangguk, tokoh masyarakat Mentulik yang telah sejak lama mendermakan hidup pada pelestarian dan penjagaan pohon-pohon Sialang. Kami pun diajak berkeliling desa.

Menggunakan perahu bermesin kami bersama Ramli lalu menyusuri Sungai Kampar Kiri di Mentulik. Hijau coklat hamparan alam menyambut kami dengan sinaran sang Surya yang mulai meninggi.

Hutan dan zamrud alam memberikan kami sentuhan lembut laksana ibu penuh kasih di titik Equator Khatulistiwa membelai. Di Sela-sela lebat hutan itulah banyak tumbuh pohon besar dengan banyak cabang menjulang tinggi ke langit hingga ada yang mencapai seratusan meter. Dan itu adalah pohon Sialang. Rumah keloni lebah yang hendak kami amati dari dekat.

Ramli menerangkan, dulu setiap batang Sialang disinggahi lebah untuk bersarang. Dari sarang-sarang lebah di pohon Sialang ini Ramli dan kawan-kawan memanen madu lebah alam berkualitas tinggi.

Katanya, dari batang-batang Sialang di Mentulik ini, Ramli dan kelompok tani madu lebah menikmati kucuran rupiah yang tidak sedikit. Bagaimana tidak, dalam sebulan mereka bisa mengumpulkan madu hingga 3 ton. Jika harga madu di kisaran angka 130 ribu saja per kilogramnya, bisa dibayangkan berapa nominal rupiah yang bisa diraup kelompok tani madu lebah pohon Sialang Mentulik ini.

Dikatakan Ramli, madu-madu di Pohon Sialang Mentulik ini termasuk madu hutan alam yang kualitasnya sangat diakui di tingkat Nasional bahkan sangat diakui pula hingga ke Negeri Jiran Malaysia.

Sebut dia, kualitas madu hutan biasanya juga ditentukan oleh faktor alam dan lingkungan termasuk ditentukan oleh sumber-sumber saripati bunga tanaman yang dihisap lebah-lebah.

”Biasanya lebah-lebah akan mencari saripati tanaman untuk dibawa ke sarangnya yang kemudian menjadi madu itu hingga menjelajah sampai radius 5 kilometer dari pohon Sialang tempat dimana mereka bersarang,” kata Ramli lagi.

Keterangan Ramli, pohon Sialang dan lebah-lebah dirawat dan dijaga dengan tradisi-tradisi para leluhur. Kearifan lokal yang kental di Mentulik adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan pohoh Sialang di sini tetap lestari.

Masih dari pengakuan Ramli, pohon Sialang di sini, amat dijaga dirawat, baik secara zahir maupun secara bathin hingga mengedepankan sisi-sisi spiritual masyarakat di sana. Salah satu ritual spiritual yang mendukung dalam penjagaan dan pelestarian pohon Sialang dan lebah-lebahnya adalah sedapat mungkin warga pewaris pohon Sialang harus menjaga hubungan antar sesama mereka. Menjaga jalinan kasih antar sesama anggota suku, antar sesama warga sama dengan upaya menyamankan lebah-lebah bersarang di pohon Sialang milik suku mereka.

Jika ada pertikaian sesama mereka, tak jarang ini akan menjadi sebab lebah pergi hingga tak ada sarang dan madu lagi di pohon Sialang. Menurutnya, menjaga pohon Sialang dan lebah sama artinya menjaga hubungan antar sesama kerabat dan warga desa. Sebab, menurut Ramli lebah akan menjauh apabila warga di sana suka bertikai dan saling menjatuhkan sesama anggota suku, keluarga ataupun masyarakat. Begitu keyakinan masyarakat adat di sana.

Kata Ramli, hal itu memang sulit dinalar dan dikaitkan secara ilmiah, tapi itu nyata terjadi pada pohon Sialang di Mentulik.

Namun, cerita manis tentang madu dari pohon Sialang sejak lebih dari tiga tahun lalu tidak lagi bisa mereka kecap. Sinar terang madu Sialang kini sudah mulai redup. Tak ada lebah, sarang dan madu lagi di pohon Sialang. Selain disebabkan faktor bathin kurangnya kesedaran generasi kini menghormati khazanah leluhur jadi penyebab. Kemudian ditambah semakin menipisnya jumlah hutan tempat kawanan madu mencari makan juga disebutnya menjadi alasan menjauhnya lebah-lebah dari pohon Sialang di Mentulik.

Ramli mensinyalir, ekplorasi dan alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan sawit juga menjadi penyebab. Ditambah perusahaan tanaman industri di sekitar Mentulik tidak lagi menanam pohon Akasia. Kini perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di sana ungkap Rambli lebih memilih menanam Eukaliptus. Sehingga tempat mencari makan lebah-lebah menjadi hilang.

”Kita berharap, pihak perusahaan sudi menanam pohon Akasia lagi. Sehingga dapat membantu bagi lebah-lebah mencari saripati bunga pohon Akasia agar ke depan lebah-lebah mau bersarang kembali di pohon-pohon Sialang Mentulik,” harap Ramli.

Kondisi pohon Sialang yang kini sepi dari lebah-lebah, harap Ramli hendaknya juga menjadi atensi semua pihak. Mulai dari pemerintah, Non Goverment Organization (NGO), perusahaan hingga aktivis pencinta alam. Sebab, tambah Ramli, pohon Sialang dan lebah-lebahnya bukan saja khazanah kekayaan bagi Desa Mentulik, tapi sudah menjadi khazanah kekayaan Kampar, Riau, Indonesia hingga bahkan Dunia.

Tutur Ramli, kelanggengan lebah-lebah dan pohon Sialang juga menjadi tolak ukur keseimbangan ekosistem di alam masih terjaga. Sebaliknya, hilangnya lebah-lebah dari pohon Sialang juga sebagai isyarat keseimbangan alam dan ekosistem di sekitar kita telah rusak.

”Dan kita semualah yang telah berkontribusi merusaknya. Kita semua jugalah yang berkewajiban memulihkannya kembali,” ucap pria paruh baya ini. (moreno)

print