BANGKINANG, BerkasRiau.com – Yayasan Lingkungan dan bantuan Hukum Rakyat (YLBHR) bersama masyarakat Desa Penghidupan Kecamatan Kampar Kiri Tengah mengambil titik koordinat HGU PT. Flora Wahana Tirta yang berada di wilayah Desa Penghidupan, Sabtu (6/5/2017).
“Kita harus turun ke lapangan untuk mencek kebenaran HGU PT Flora Wahana Tirta, karena menurut masyarakat HGU PT Flora ini tidak sesuai dengan izin HGU yang dimiliki. Untuk itu kemaren kita telah mengambil 24 titik koordinat,” ujar Dimpos, Ketua YLBHR via seluler.
Titik koordinat tersebut terang Dimpos akan dioverlay ke dalam peta kawasan hutan untuk memastikan apakah areal tersebut masuk dalam kawasan hutan atau tidak dan kedalam peta bidang tanah yang ada di BPN Kampar, untuk memastikan letak posisi tanah apakah berada dalam areal HGU atau tidak.
“Mudah-mudahan nanti BPN Kampar mau terbuka soal HGU ini dan dapat melakukan pengembalian tata batas HGU bersama masyarakat sehingga masyarakat tidak ada lagi sak wasangka terhadap perusahaan,” ujar mantan Ketua Forum Wartawan Kampar (FWK) tersebut.
Menurut Dimpos, mengenai HGU PT Flora ini masih simpang siur dan tidak ada kejelasan karena berdasarkan informasi areal HGU tersebut seluas 1100 hektar sudah dicabut. Selain itu kalau dilihat dari peta sertifikat HGU tahun tahun 1995, bentuk lahan yang ada sekarang berbeda dengan yang ada di lapangan.
Selain itu kata Dimpos, masyarakat Penghidupan juga mengeluhkan rusaknya Sungai Ompang Mobau yang melintasi PT Flora Wahana Tirta. Sungai tersebut merupakan sungai larangan adat yang dahulunya hanya bisa dipanen sekali lima tahun. Tetapi sekarang akibat okupasi lahan dan pengelolaan limbah pabrik PKS PT Flora yang tidak sesuai standar, sungai tersebut sudah dangkal dan tercemar.
“Kemudian soal dana CSR (corporate social responsibility) yang wajib dikeluarkan oleh perusahaan juga tidak terealisasi. Keadaan ini tak obahnya seperti tikus yang mati kelaparan di lumbung padi,” pungkas Dimpos. (def).