Tuesday , April 22 2025
Home / Hukrim / Kasus Jembatan WFC, KPK Periksa Pimpinan DPRD dan Pejabat Kampar

Kasus Jembatan WFC, KPK Periksa Pimpinan DPRD dan Pejabat Kampar

KAMPAR, BerkasRiau.com – Unsur Pimpinan DPRD Kampar dimintai keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan dilakukan di salah satu ruangan di Mapolres Kampar, Selasa (3/9/2019).

Pemeriksaan terhadap unsur pimpinan DPRD Kampar periode 2009 – 2014 dan 2014 – 2019 terkait pembangunan peoyek tahun jamak jembatan Water Front City (WFC) Bangkinang tahun 2015 – 2016.

Hal itu diakui oleh salah mantan pimpinan DPRD Kampar, Ahmad Fikri saat dijumpai di Mapolres Kampar, Rabu (5/9/2019)

“Ini hal biasa dan wajar bila KPK memintai keterangan, Ini merupakan beban berat selaku pimpinan,” katanya.

Sementara unsur pimpinan DPRD Kampar lainnya, belum dapat dimintai keterangannya lantaran lagi diperiksa.

berdasarkan informasi didapat, pimpinan DPRD yang diperiksa yakni, Ahmad Fikri Ketua DPRD Kampar periode 2014-2019, Wakil Ketua DPRD Kampar, H Sahidin periode 2014-2019 dan Ketua DPRD Kampar periode 2009-2014, H Syafrizal.

Selain unsur pimpinan DPRD Kampar, nampak juga diperiksa pejabat Dinas PUPR Kampar, Khatim dan tersangka Adnan.

Pemeriksaan ini berlanjut selama 3 hari, kata salah seorang anggota KPK diruang serbaguna Polres Kampar.

“Unsur pimpinan DPRD Kampar peruode 2009 -2014 dan 2014-2019 kita periksa,” ujarnya.

Sekwan DPRD Kampar, Ramlah saat dijumpai diruang kerjanya kemarin menyampaikan, dirinya tidak mengetahui unsur pimpinan DPRD Kampar diperiksa. “Saya tidak tau akan hal itu dan tidak ada surat pemberitahuan, jadi saya No Comment lah,” tuturnya.

Diketahui, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (14/3/2019) menetapkan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek jembatan Waterfront City yaitu AND (Adnan) PPK proyek dan IKS (I Ketut Suarbawa) selaku Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya Divisi Operasi I.

Kedua tersangka diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dari proyek yang dengan tahun anggaran 2015-2016 ini. Saut menyatakan kasus ini berawal saat Adnan mengadakan pertemuan dengan Ketut di Jakarta pada 2013.

“ADN memerintahkan pemberian informasi tentang jembatan dan engineer’s estimate kepada IKS,” ucap Saut.

Pertemuan itu dilakukan pasca Pemkab Kampar mencanangkan beberapa proyek strategis termasuk jembatan Bangkinang. Pada Agustus 2013, PT Wijaya Karya dinyatakan memenangkan lelang proyek tersebut oleh Kantor Layanan Pengadaan Barang dan jasa Kabupaten Kampar.

Kemudian, ditandatanganilah Kontrak Pembangunan Jembatan Bangkinang dengan nilai Rp 15,1 miliar dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi jembatan dan masa pelaksanaan hingga 20 Desember 2014. Setelah kontrak tersebut, Adnan disebut meminta pembuatan engineer’s estimate pembangunan jembatan Waterfront City tahun 2014 kepada konsultan dan I Ketut meminta kenaikan harga satuan untuk beberapa pekerjaan.

“KPK menduga kerja sama antara AND dan IKS terkait penetapan harga perkiraan sendiri jni terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya sampai pelaksanaan pembangunan jembatan waterfront city secara tahun jamak dengan dibiayai APBD 2015, APBD P 2015, dan 2016,” ucap Saut.

Atas perbuatannya itu, Adnan diduga menerima uang sekitar Rp 1 miliar. Saut menyatakan diduga terjadi kolusi dan pengaturan tender yang melanggar hukum yang dilakukan oleh para tersangka.

“Diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara setidaknya sekitar Rp 39,2 miliar dari nilai proyek pembangunan jembatan waterfront city secara tahun jamak di tahun 2015-2016 dengan total Rp 117,68 miliar,” ujarnya.

KPK pun menyesalkan korupsi di sektor infrastruktur yang melibatkan pihak dari BUMN. Saut mengingatkan agar BUMN menerapkan prinsip kehati-hatian yang lebih dibanding sektor swasta.

Kedua tersangka diduga melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Syailan Yusuf).

print