Monday , March 31 2025
Home / SosDikBud / Perjuangan Siswa di Inhil Menyeberangi Sungai ke Sekolah

Perjuangan Siswa di Inhil Menyeberangi Sungai ke Sekolah

Oleh: Bulan Angel Puspita, Rohani, Indriani Tiara Hastari, Isna Mufidach, dan M. Habil Gibron

Latar Belakang :
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia, namun sangat disayangkan saat ini pendidikan sedang menghadapi berbagai tantangan. Salah satu bentuk tantangan yang dihadapi ialah kesenjangan akses dalam memperoleh pendidikan tersebut.

Bentuk kesenjangan akses tersebut dapat berupa sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai. Sejalan dengan adanya misi kementrian pembangunan daerah tertinggal, menyatakannya bahwasanya percepatan pembangunan didaerah tertinggal sangat membutuhkan perbaikan dan penanganan secara khusus terutama pada aspek regulasi dan pendidikan.

Namun faktanya, masih terjadi ketimpangan fasilitas dan akses pendidikan di daearah perkotaan dan daerah perdesaan (terpencil) yang mengakibatkan rendahnya kualitas pendidikan dan sumber daya manusia seperti yang dirasakan di daerah Kecamatan Enok, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.

Pembahasan :
Kecamatan Enok merupakan salah satu kecamatan yang adaa di Kabupaten Indragiri Hilir. Kecamatan ini terletak pada posisi geografis dengan luas wilayah 880,86 Km2 atau 88,086 Ha yang berbatasan dengan Sebelah Utara dengan Kecamatan Tembilahan, Tembilahan Hulu dan Tempuling, sebelah Selatan dengan Kecamatan Sungai Batang dan Keritang, Sebelah Barat dengan Kecamatan Kempas dan Sebelah Timur dengan Kecamatan Tanah Merah. Tinggi pusat pemerintah wilayah Kecamatan Enok dari permukaan laut adalah 1 s/d 5,5 meter, terdiri dari 179 parit, 2 muara sungai yang saling berhubungan, 2 kanal yang saling berhubungan yang dapat dilalui oleh kendaraan air serta bersatu di Sungai Indragiri dan 1 buah pulau yang merupakan keberadaan Desa Teluk Medan, Rantau Panjang dan Simpang Tiga. Dengan jumlah pendudukan tercatat pada tahun 2017 sebanyak 36. 042 jiwa. Kemudian dengan jumlah sekolah yakni sekolah dasar sebanyak 34 sekolah, Sekolah Menengah Pertama sebanyak 6 sekolah, dan Sekolah Menengah Atas sebanyak 3 sekolah.

Jika dilihat dari lokasinya ada beberapa daerah seperti pusaran, rantau panjang, teluk medan yang siswanya memilih untuk bersekolah di desa Enok. Padahal, jarak dari tempat tinggal siswa/i tersebut ke sekolah sekitar 7-8 km dan terpisah oleh sungai. Sehingga, puluhan siswa tersebut terpaksa harus menyeberangi sungai dengan menggunakan sampan diakibatkan tidak adanya akses penghubung berupa jembatan untuk mempermudah siswa/i dalam menuntut ilmu ke sekolah. Sebenarnya, di daerah tersebut sudah ada pembangunan jembatan yang telah diupayakan oleh pemerintah, namun sangat disayangkan proses pembangunan jembatan tersebut putus di tengah jalan. Hal ini tentunya sangat mengakibatkan dampak yang buruk terutama kualitas pendidikan dan sumber daya manusia di daerah tersebut.

Setiap harinya siswa/i yang tinggal jauh dan harus menyebrangi sungai dengan menghadapi banyak tantangan tentunya. Adapun tantangan yang disering dihadapi para siswa/i tersebut ialah : Pertama, siswa/i terpaksa harus menyebrangi sungai menggunakan sampan dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp 2000,- (bagi yang tidak membawa motor), dan Rp 10.000,- (bagi mereka yang membawa motor) sehingga dapat dibayangkan betapa banyaknya biaya yang harus mereka keluarkan setiap harinya. Tidak hanya itu, yang menjadi faktor penghambat lainnya yaitu cuaca, dimana ketika hujan tiba, tidak adanya kegiatan penyebrangan diakibatkan rawannya buaya yang muncul ketika hujan dan tidak ada atap untuk melindungi diri dari hujan. Sehingga mau tidak mau, proses penyebrangan akan di pending hingga hujan reda. Hal ini lah yang menjadi faktor sulitnya akses jalan untuk bersekolah. Selain itu juga para penambang memiliki kapasitas kuota dalam melakuakan penyebrangan setiap harinya, tentunya hal ini akan memakan waktu yang lama.

Namun itu semua tidak menjadi penghalang atau alasan untuk menyerah, karena sesuai dengan fakta dilapangan terlihat bahwa siswa/i yang harus menyebrangi sungai justru lebih tinggi motivasi belajarnya dibandingkan dengan siswa/i yang tidak menyebrangi sungai. Ini merupakan hal yang sangat menarik tentunya. Namun tetap menjadi PR yang sangat penting bagi pemerintah, karena pendidikan yang nyaman dan aman serta mendapatkan perhatian dari pemerintah merupakan hal yang sangat diinginkan oleh seluruh pelajar di Indonesia. Mulai dari infrastruktur hingga akses jalan yang tidak memadai perlu mendapatkan perhatian. Karena itu perjalanan menuju sekolah yang berbahaya dan bisa mengancam nyawa pelajar sudah menjadi hal yang biasa demi menuntut ilmu.

Berdasarkan hasil wawancara tiga narasumber yang merupakan warga asli desa enok yaitu APP (21), NIS (21) dan SNS (19) menyebutkan bahwa “jembatan yang mangkrak diharapkan sekali untuk dilakukan kembali pengerjaannya, karena akan sangat membantu para siswa/i dalam mengenyam pendidikan dan juga sekaligus membantu sektor perekonomian masyarakat sekitar”. Sehingga hal ini menjadi perhatian khusus untuk pemerintah lebih fokus dalam membangun aksesibilitas desa enok.

Solusi :
Pemerintah dapat mengatasi masalah siswa yang harus melintasi sungai untuk pergi ke sekolah dengan berbagai cara, antara lain:
1. Perbaikan Infrastruktur : Pemerintah perlu melanjutkan pembangunan jembatan yang telah mangkrak untuk memudahkan akses siswa ke sekolah
2. Koordinasi antarinstansi : Koordinasi antara instansi pendidikan dan instansi yang menangani infrastruktur yang diperlukan untuk mencari solusi yang tepat, seperti pembangunan jembatan sementara atau menyiapkan transportasi yang baisanya “bus sekolah” menjadi “sampan sekolah” dengan konsep transportasi gratis dan dengan kualitas serta keamanan yang terjamin
3. Pengawasan dan Perlindungan : Pemerintah juga perlu memastikan keselamatan siswa selama menyebrangi sungai

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan akses pendidikan bagi siswa yang harus menyebrangi sungai untuk pergi ke sekolah dapat diperbaiki. (rls).

print