Pekqnbaru,BerkasRiau.com – Kejaksaan Tinggi Riau mengadakan Forum Group Discussion (FGD) Jaga Zona Pertanian, Perekonomian dan Industri (Jaga ZAPIN), Senin (11/9/2023).
Acara ini diadakan di Aula Sasana H.M Prasetyo, Gedung Satya Adhi Wicaksana Kejaksaan Tinggi Riau.
Jaga ZAPIN merupakan merupakan program yang ditujukan sebagai upaya menjaga kestabilan dan ketahan ekonomi Provinsi Riau.
Salah satu fokus dari Jaga ZAPIN) ini adalah mengatasi permasalahan di sektor perkebunan sawit di Provinsi Riau, terkhusus hubungan sektor hulu- hilir sawit yang cenderung merugikan sektor hulu (harga tbs petani).
Menurut Asisten Pembinaan Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Robinson Sitorus, S.H., MM., M.H sebagai Ketua Pelayanan Jaga ZAPIN, banyak ditemukan pabrik kelapa sawit (PKS) semena-mena dalam menetapkan harga Tandan Buah Segar (TBS) petani jauh dibawah harga penetapan Dinas Perkebunan Provinsi Riau.
Respon atas masalah ini, Pemerintah Provinsi Riau dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau telah mengadakan Penandatanganan Kesepakatan (MOU) pada tanggal 14 Juni 2023 tentang Pelaksanaan Pelayanan Jaga ZAPIN.
Untuk memperluas dukungan terhadap pelaksanaan inovasi pelayanan Jaga ZAPIN, Kejaksaan Tinggi Riau melakukan penandatangan kesepakatan antara Walikota/Bupati Se- Provinsi Riau dengan Kepala Kejaksaan Negeri Se- Wilayah Riau, yang dihadiri kurang lebih 178 orang peserta dari stakeholders Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Riau, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Riau dan tentunya dari unsur Kejaksaan Tinggi Riau serta Kejaksaan Negeri se-wilayah Riau.
“Untuk pengawalan proses penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) oleh tim harga oleh Kejaksaan Tinggi Riau sudah berjalan sejak bulan September Tahun 2022 lalu. Namun implementasi dilapangan, harus di awasi dan di evaluasi, karena Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan Kebun Sawit itu ada di Kabupaten/ Kot,” sebutnya.
Untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum terkait kepada harga TBS Petani di PKS dan tidak adanya kecurangan, maka dilakukanlah penandatanganan MOU antara Kepala Kejaksaan Negeri se-wilayah Riau dengan Walikota/Bupati se-Provinsi Riau sehingga implementasi Jaga ZAPIN dapat dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri dengan Walikota/ Bupati se-Provinsi Riau di daerah masing- masing.
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau sudah memasukkan Jaga ZAPIN sebagai salah satu indikator penilaian keberhasilan seorang Kepala Kejaksaan Negeri.
Ia menyebut Jaga ZAPIN ini dapat dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tugas direktif presiden dalam menjaga iklim investasi dan pemberdayaan masyarakat seperti jaga ketahanan ekonomi, jaga desa, Satgas Mafia Tanah, Satgas Mafia Pupuk, Satgas Mafia Pelabuhan dan sebagainya.
Selain itu pelaksanaan kegiatan Jaga ZAPIN juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik Pemerintah Daerah, TNI/ Polri, BUMN/ BUMD, Korporasi Sawit, Asosiasi Petani Sawit dan masyarakat.
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Supardi mengatakan Jaga ZAPIN merupakan upaya mengatasi permasalahan di sektor perkebunan sawit di Provinsi Riau.
Dirinya menyampaikan bahwa pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi nasional tengah mendorong investasi untuk menggerakkan roda perekonomian dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat di berbagai sektor.
“Saat ini sektor pertanian, perkebunan dan industri dengan komoditas kelapa sawit berperan dalam mendongkrak perekonomian di Provinsi Riau. Namun demikian, masih banyak permasalahan yang timbul dari kegiatan pembangunan dan kegiatan usaha di sektor perkebunan,” sebutnya.
Ia katakan untuk mengatasi permasalahan tersebut, Kejaksaan Tinggi Riau berinisiatif meluncurkan inovasi pelayanan publik Jaga ZAPIN sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat khususnya petani/pekebun di Provinsi Riau.
“Ini merupakan usaha bersama dengan berbagai pemangku kepentingan dalam mengawal investasi dan kegiatan perekonomian khususnya sektor pertanian, perkebunan dan Industri kelapa sawit dari berbagai tindakan penyimpangan yang merugikan negara dan masyarakat sekaligus sebagai upaya mendukung iklim investasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau,” sebutnya.
Dengan program ini Kejaksaan Tinggi Riau telah memetakan permasalahan yang dekat dengan masyarakat di Provinsi Riau, sebagai daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, dengan perkebunan kelapa sawit seluas 4.170.481 hektar.
Beberapa permasalahan yang dipetakan diantaranya yaitu masalah sosiokultural terkait sengketa pertanahan atau konflik agraria, status kepemilikan dan legalitas lahan perkebunan, kelembagaan petani yang masih lemah dalam pengembangan kemitraan usaha, praktek monopoli, oligopoli yang merugikan petani/pekebun.
Permasalahan yang terjadi telah memberikan dampak dan kerugian bagi 597 ribu KK petani sawit di Perkebunan Rakyat (PR) di Provinsi Riau.
Untuk memastikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan dan mengatasi permasalahan tersebut.
Kejaksaan Tinggi Riau melalui program ini telah membuat Pojok ZAPIN sebagai posko pengaduan bagi petani, ikut memastikan stabilitas harga Tandan Buah Segar (TBS) bersama Dinas Perkebunan Provinsi Riau yang bertujuan memperbaiki tata kelola penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) dan turut mengusulkan dilakukan perbaikan regulasi/ tata kelola industri kelapa sawit agar berkeadilan bagi para petani/pekebun sawit dan dunia usaha.
Lewat inilah Kejaksaan Tinggi ingin mencanangkan apa yang disebut sebagai penegakan hukum kolaboratif sebagai pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang bersifat tematik sebagai implementasi dari reformasi birokrasi berupa kegiatan yang mengambil akar budaya dan kearifan lokal masyarakat melayu.
“Kegiatan penegakan hukum yang humanis dan berdasar kearifan lokal yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Riau merupakan bentuk pelayanan kepada masyarakat khususnya petani di Provinsi Riau.
Ini merupakan usaha bersama secara kolaboratif dengan berbagai pemangku kepentingan dalam mengawal berjalannya investasi dan kegiatan perekonomian khususnya di sektor pertanian, perekonomian dan Industri terkait kelapa sawit dari berbagai tindakan penyimpangan yang merugikan negara dan masyarakat sekaligus sebagai upaya mendukung iklim investasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau.
Penegakan Hukum Kolaboratif diproyeksikan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan di sektor pertanian, perekonomian dan industri sawit di Provinsi Riau dengan cara-cara baru dan berbeda melalui berbagai instrumen yang melekat dengan kewenangan Kejaksaan, yaitu melalui pendekatan soft approach dengan mengedepankan fungsi Intelijen dan Perdata dan Tata Usaha Negara atau menggunakan hard approach melalui penegakan hukum pidana atau dilakukan secara simultan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, efektif dan efisien.
Pendekatan ini diharapkan dapat menjadi pilot project dan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan Nasional dalam peningkatan investasi dan perekonomian dari sektor perkebunan kelapa sawit dengan cara penetapan harga TBS secara adil bagi petani maupun pengusaha.
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Supardi menghimbau para Walikota dan para Bupati se-Provinsi Riau dan para Kepala Kejaksaan Negeri Se-Wilayah Riau untuk bekerjasama mengimplementasikan Jaga ZAPIN secara kolaboratif di wilayah masing-masing dengan melibatkan berbagai stakeholders untuk mencapai tujuan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 Undang- Undang Nomor Nomor 18 Tahun 2004 tentang perkebunan yakni :
a. Meningkatkan pendapatan masyarakat;
b. Meningkatkan penerimaan negara;
c. Meningkatkan penerimaan devisa negara;
d. Menyediakan lapangan kerja;
e. Meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing;
f. Memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri
dalam negeri; dan
g. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Ia berpesan kepada pelaku usaha di sektor perkebunan di Provinsi Riau bahwa investasi di bidang perkebunan harus berjalan selaras dengan tujuan negara untuk kesejahteraan rakyat, tidak merusak lingkungan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan kearifan lokal (local wisdom).
“Kepada Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr. Supardi mengingatkan bahwa laksanakan Penegakan Hukum secara tegas dan humanis yang dilakukan secara terukur dan proporsional,” sebutnya.
Gubernur Riau Drs. H. Syamsuar, M.Si mengulas secara ringkas beberapa permasalahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau yang berpotensi menghambat terwujudnya pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Menurutnya permasalahan perizinan perkebunan kelapa sawit, permasalahan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan, sengketa lahan perkebunan, kurang patuhnya pemenuhan kewajiban pelaku usaha perkebunan terhadap kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dan sertifikasi ISPO, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), tata niaga TBS kelapa sawit, pendapatan daerah.(ton)