Kampar, BerkasRiau.com – Yayasan Lingkungan dan Bantuan Hukum Rakyat (YLBHR) menyoroti viralnya anak SD yang bergelantungan menyeberang sungai dengan keranjang di Desa Kuntu Kecamatan Kampar Kiri. Sorotan ini dari aspek lingkungannya.
Ketua YLBHR, Dempos TB mengungkapkan, lokasi tiga bocah bergelantungan itu berada dalam kawasan hutan. Lokasi itu tepatnya di Dusun Binaan dengan bentangan perkebunan kelapa sawit.
Perkebunan itu diketahui milik pengusaha berinisial AT. Ia menyebutkan, luasnya sekitar 250 hektare. “Berada di dalam Hutan Produksi yang dapat di-Konversi (HPK), sebagian di Kawasan Suaka Alam (KSA),” ungkap Dempos dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/6/2021).
Dempos mengemukakan, fakta tersebut didapat dari hasil pengambilan titik koordinat di lokasi beberapa waktu lalu. Titik koordinat di-overlay ke Peta Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986, Peta Lampiran Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No. 903/MENLHK/SETJEN/ PLA.2/2016 tanggal 07 Desember 2016 tentang Kawasan Hutan Provinsi Riau serta Peraturan Daerah (Perda) Riau No. 10 Tahun 2018 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau.
“Perkebunan kelapa sawit itu tidak memiliki izin dari Menteri Kehutanan alias ilegal,” tandas Dempos.
Menurut Dempos, publik fokus kepada peristiwa anak SD yang bergelantungan karena videonya viral. Tetapi, kata dia, persoalan lingkungan berupa okupasi hutan secara ilegal menjadi terabaikan.
Dempos mengatakan, Bupati Kampar bereaksi cepat dengan turun ke lokasi. Sebenarnya, kata dia, YLBHR menunggu sikap Bupati terhadap aspek lingkungan dan sosial ekonominya. Bukan sekedar memastikan apa yang sebenarnya terjadi dalam video viral tersebut.
Menurut Dempos, fenomena bocah yang bergelantungan merupakan bentuk dari tidak berjalannya good coorporate di usaha perkebunan tersebut. Bagaimana tidak, usaha perkebunan itu tanpa legalitas.
“Usaha legal tentu akan memenuhi aspek good coorporate di dalam areal usaha lengkap dengan infrastrukturnya. Di video itu, tidak ada sistem yang mencegah aktivitas bocah yang bisa membahayakan mereka,” tandas Dempos.
Apalagi usaha tersebut menguasai lahan ratusan hektare. Mestinya sudah dikelola oleh manajemen berbentuk Perseroan Terbatas. Sehingga aspek lingkungan, sosial dan ekonomi terpenuhi.
“Apabila terdapat sebuah badan usaha ilegal, bagaimana pemerintah bisa melakukan pengawasan terhadap manajemen,” kata Dempos. Ia mengapresiasi tindakan Bupati. Tetapi mestinya diikuti dengan langkah pemerintahan terhadap usaha perkebunan tersebut. (lan)