Monday , March 31 2025
Home / Lingkungan / Laporan Tindak Pidana Kehutanan Piter Wongso Mengendap di Polres Kampar

Laporan Tindak Pidana Kehutanan Piter Wongso Mengendap di Polres Kampar

BANGKINANG, BerkasRiau.com – Yayasan Lingkungan dan Bantuan Hukum Rakyat (YLBHR) pada 26 Agustus 2014 lalu pernah melaporkan tindak pidana kehutanan ke Reskrim Polres Kampar dengan terlapor Piter Wongso, akan tetapi perkara tersebut mengendap alias jalan ditempat.

“Dulu kita sudah melaporkan Piter Wongso ke Polres Kampar yang langsung diterima oleh Kasat Reskrim pada waktu itu Hervio Zaki, akan tetapi perkaranya tidak jalan dan sampai sekarang kita tidak tahu perkembangannya seperti apa,” ujar Dempos TB, Ketua YLBHR, Jumat (25/8/2017).

Dijelaskan Dimpos, dulu pada awal-awal laporan sudah ditindaklanjuti dan kita juga telah turun bersama dua orang penyidik pembantu dari Polres Kampar ke lapangan untuk mencek titik koordinat kebun Piter, akan tetapi setelah itu tidak jelas perkembangan kasusnya.

Laporan tersebut didasarkan pada putusan Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang dengan No. 38/Pdt.G/2012/PN.Bkn dan pada tanggal 21 Mei 2013, yang menyatakan bahwa kebun kelapa sawit milik Piter Wongso seluas 200 hektar yang terletak di Desa Padang Mutung Kecamatan Kampar berada dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Batang Lipai dan harus diserahkan kepada Negara.

“Ini perkara sudah inkrah, masak yang bersangkutan masih bebas melakukan pemanenan dan tidak ada tindakan apapun terhadap yang bersangkutan. Mestinya pidananya harus jalan dan sudah kita laporkan juga,” ujar mantan Ketua Forum Wartawan Kampar tersebut.

Di dalam laporannya YLBHR mendasarkan pada UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yaitu Pasal 92 ayat (1) huruf a dan Pasal 93 ayat (1) huruf b dan Pasal 93 ayat (1) huruf b yang berbunyi:

Pasal 92 ayat (1) huruf a :

Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan kegiatan perkebunan tanpa Izin Menteri di dalam kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10  (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

Pasal 93 ayat (1) huruf b :

Orang perseorangan yang dengan sengaja menjual, mengasai, memiliki dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10  (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

“Kita berharap agar perkara ini segera dituntaskan,” tandas Dimpos. (lan).

print