PEKANBARU, BerkasRiau – Kematian bayi usia 18 bulan yang diasuh oleh Panti Asuhan Tunas Bangsa, Pekanbaru, Riau, menuai kontroversi karena ada dugaan unsur kekerasan.
Menanggapi hal ini, Bintara Pembina Desa (Babinsa) Koramil 05/Sail, Kelurahan Kulim, Serma Yudha, mengatakan bahwa bangunan penitipan dan pemeliharaan anak yatim, jompo dan orang gila di bawah Yayasan Tunas Bangsa sangat memperihatinkan dan tidak layak huni.
Keadaan panti asuhan tersebut di cek oleh Serma Yudha pada Senin (30/1/17) atas perintah atasan karena maraknya pemberitaan terkait kematian bayi usia 18 bulan pada akhir-akhir ini.
Bangunan tersebut terletak di kilometer 20, Kelurahan Sialang Rampai, Kecamatan Tenayan Raya. Didalam bangunan tersebut setidaknya terdapat kurang lebih 23 orang penghuni.
“Pantauan dilapangan terlihat bangunan tersebut layaknya sebuah penjara, bahkan perkiraan saya lebih bagus penjara daripada bangunan penitipan ini,” ujar Yudha.
Yang lebih ironis lagi penghuni panti tersebut seperti kekurangan gizi, bahkan air bak pun dipergunakan mereka sebagai sarana air minum tanpa dimasak terlebih dahulu sehingga kegiatan mencuci pakaian, mandi, air kakus di bak tersebut juga. Padahal keadaan airnya keruh, berminyak serta kekuningan bercampur dengan besi-besi berkarat.
Lebih lanjut Yudha menjelaskan, bangunan itu terdiri dari sepuluh kamar, masing-masing kamar berpenghuni tiga orang dengan luas kamar 3 x 3 meter. Pintunya terbuat dari besi dilengkapi dengan toilet di setiap kamar tanpa sekat dan penghalang .
“Ini (panti) tidak layak. Penghuni diperlakukan tidak wajar. Bahkan makan dan minum mereka pun tidak teratur,” sampai saat ini pemilik panti Tunas Bangsa yakni Lili diduga melarikan diri, pungkas Yudha. (ari).
Editor: Defrizal