Jakarta (BR) – Panja Karhutla Komisi III DPR menemukan kejanggalan atas dihentikan atau diterbitkannya SP3 oleh Polda Riau. Kejanggalan terbanyak ditemukan pada proses penyidikan.
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menyebutkan panitia kerja (Panja) kebakaran hutan dan lahan telah menemukan kejanggalan-kejanggalan atas dihentikan atau diterbitkannya SP3 oleh Polda Riau.
“Berdasarkan data yang diberikan pada kami, ada pertanyaan besar yang bagi kita untuk sementara kita anggap sebagai kejanggalan,” kata Arsul di Gedung DPR, Selasa (27/9/16).
Ia menjelaskan, Panja karhutla dibentuk khusus untuk menggali dan mendalami kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau. Sebab, Polda Riau telah mengeluarkan SP3 terhadap 15 perusahaan sehingga menimbulkan pertanyaan dimana laporan pada kepolisian bulan September 2015, namun dikeluarkan SP3 bulan April.
“Pertanyaan dasarnya adalah apakah jajaran penegak hukum di sana Reserse Polda telah maksimal dan optimal cari alat bukti. Apa benar sudah mentok tidak ada potensi dijadikan alat bukti sehingga dikeluarkan SP3,” ungkapnya.
Ia mencontohkan ada proses penyidikan yang dimulai dimana ada 15 perusahaan di SP3, tapi SPDP yang disampaikan kejaksaan setempat hanya ada 3 perusahaan. Tentu, ini menjadi pertanyaan dan pendalaman panja karhutla kenapa hanya 3 perusahaan.
Lebih lanjut Arsul mengatakan, Panja menemukan kejanggalan atas keterangan saksi ahli yang menyimpulkan tidak ditemukannya unsur-unsur pidana yang disangkakan pada si terlapor. Namun, ketika didalami ternyata ada yang janggal dari latar belakang saksi ahli tersebut.
“Begitu kita dalami setelah kita baca ada yang janggal, misalnya, saksi ahlinya itu menerangkan tentang kebakaran hutan tapi latar belakangnya Sarjana Kesmas bukan Sarjana Kehutanan,” sebutnya.
Ia menambahkan, kalau dibandingkan dengan saksi-saksi ahli saat Polda Riau menyidik kasus 8 tahun yang lalu ketika Kapolda saat itu Brigjen Sutjiptadi, itu sangat keras sanksi yang diberikan terhadap perusahaan besar yang melanggar aturan hukum.
“Cara beliau tangani perkara sangat mengesankan, karena saksi ahli yang dipanggil benar-benar yang ahli misal guru besar, akademisi IPB dan lain-lain. Tapi, saksi yang sekarang malah pegawai badan lingkungan hidup Riau,” katanya.
Arsul mengatakan ini menimbulkan pertanyaan besar karena tugas dia mengawasi perusahaan, sehingga kalau sanksinya berkaitan dengan perusahaan tentu akan timbul motif kepentingan. Sebab, kalau saksi ahli menemukan ada kesalahan ini dipertanyakan juga.
“Kenapa kok saksinya tidak seperti waktu dulu ketika ilegal loging terungkap lagi pelaku-pelaku lainnya yang terkait perizinan, ini yang terus didalami. Tujuannya agar Polda maksimal mengungkap,” tandasnya. (Red/rtc)