Kampar, BerkasRiau.com – Acuhkan perintah Pengadilan Negeri Bangkinang, Jimmy alias Ahua masih kuasai lahan perkebunam kelapa sawit seluas 574,6 hektare dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Batang Lipai di Dusun Simpang Kare, Desa Padang Mutung, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar-Riau.
Padahal, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang pada tanggal 12 Oktober 2015 yang lalu sudah menghukum Jimmy menyerahkan objek perkara sengketa kepada negara dalam keadaan kosong, sesuai amar putusannya. Hakim juga meminta agar objek sengketa dikembalikan kepada status dan fungsinya sebagai kawasan hutan dengan melakukan penanaman tanaman kehutanan dan hal ini diacuhkan, kata Ketua Yayasan Pelopor Sehati, Masriadi, Minggu (27/10/2019) di Simpang Kare.
“Kami curiga, ada pihak yang membekengi, kalau tidak ada yang membekengi, tak mungkin Jimmy bisa leluasa beraktifitas,” ucapnya.
Diungkapkan, bahwa Jimmy menguasai lahan tersebut dengan cara menyerobot lahan LKMD Desa Padang Mutung Kecamatan Kampar seluas 175,6 hektare dan ratusan hektare lahan kelompok tani yang ada di tiga Desa yakni, Desa Padang Mutung, Desa Koto Tibun dan Desa Pulau Tinggi.
“Kini masyarakat tiga Desa menginginkan agar haknya dikembalikan. Kami akan rebut kembali lahan yang dikuasai Jimmy,” tutur Masriadi.
Kepala Divisi Indonesia Law Emforcement Monitoring (Inlaning), Syailan Yusuf mendesak jajaran penegak hukum untuk mengambil langkah hukum. “Saya minta kepada Polres Kampar untuk dapat mengambil langkah-langkah hukum terhadap pelaku kejahatan kehutanan yang terjadi di depan mata kita,” ucapnya
Disampaikan, perbuatan Jimmy alias Ahua yang telah merubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan, yaitu dengan membangun perkebunan kelapa sawit seluas 574,6 hektare di Dusun Simpamg Kare, Desa Padang Mutung, Kecamatan Kampar didalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT) tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
“Ini sudah sangat jelas merupakan perbuatan pidana sebagimana diatur dalam Undang Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, harus segera ditindak,” ucapnya.
Pasal 92 ayat (1) huruf a berbunyi, orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (Tiga) tahun dan paling lama 10 (Sepuluh) tahun, serta pidana denda paling sedikit 1,5 milyar rupiah dan paling banyak sebesar 5 milyar rupiah.
Pada pasal 93 ayat (1) huruf b berbunyi, orang perseorangan yang dengan sengaja menjual, menguasai, memiliki dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2) huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (Tiga) tahun dan paling lama 10 (Sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 1,5 milyar dan paling banyak Rp 10 milyar, jelasnya.
Nah, apalagi yang mesti ditunggu, para penjahat kehutanan ini mesti segera ditindak sesuai dengan peraturan yang berlaku, agar menimbulkan efek jera terhadap pelaku kejahatan kehutanan lain, geramnya.
Sementara, Jimmy alias Ahua belum dapat dihubungi. Salah seorang pekerja kebun yang enggan disebutkan namanya menyampaikan, bahwa dirinya telah lebih 10 tahun bekerja dan bosnya tiga bulan sekali ke kebun. (Tim)